Selasa, 23 Agustus 2016

Visit Lembata Island : Fish, Coral, and Volcano

Anda pernah dengar Lembata Island?
Travelers mungkin mengenalnya sebagai pulau yang memiliki potensi perikanan yang sangat bagus. Masyarakat Lembata bahkan dikenal sebagai pemburu ikan paus yang handal. Nelayan nelayan mereka dinilai sangat lihai walaupun hanya dengan mengandalkan cara cara tradisional yang diwariskan secara turun menurun di generasi peranakan masyarakat pulau ini. If you want to witness how people in Lembata hunt whale using harpoon, visit them during May until late August.

Whaling by Lembata People

Selain potensi perikanannya yang menakjubkan, ternyata pulau lembata juga memiliki potensi pemandangan bawah laut yang sangat indah dan bahkan belaum banyak diketahui oleh masyarakat Lembata sendiri. Koral dan terumbu karang yang mempesona banyak tumbuh di perairan lembata yang tergolong tenang karena posisi geografis pulau yang membentuk semacam pelindung dan menciptakan semacam teluk dengan kehidupan koral yang mengagumkan. Snorkeling dan diving tentu akan menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan di perairan Lembata ini. Dan mengingat Indonesia memiliki hampir 85% jenis terumbu karang yang ada di dunia, sangat penting untuk mencoba diving dan turut mempopulerkan keindahan bawah laut Pulau Lembata yang masih belum banyak terekspos ini. 

Nadine Chandrawinata (Miss Indonesia in 2005) diving in Lembata for introducing under-sea beauty in Lembata
Tak hanya kaya di sektor perairannya, Lembata pun memiliki pesona budaya culture wisdom yang eksotis. Di daerah gunung Ile Ape, Travelers akan menemukan desa tradisional yang cukup terkenal di Dusun Lewohala. Desa kecil ini adalah desa dengan kehidupan tradisional suku setempat dengan arsitek bangunan rumah klaran yang merupakan rumah adat NTT. Desa ini memang sudah tidak dihuni secara permanen, namun fungsinya telah berubah menjadi obyek wisata bagi travelers yang ingin mengintip suasana tradisional masyarakat flores zaman dahulu. Jika travelers berkunjung ke tempat ini, masyarakat akan dengan senang hati mengajak berkeliling untuk menunjukkan desa dan menceritakan berbagai kisah, adat, dan budaya setempat yang masih hidup dan dipercayai di sini.

Rumah adat NTT di desa tradisional,Dusun Lewohala
Tentu saja selain destinasi yang telah disebutkan diatas, masih banyak lagi spot spot menakjubkan di Lembata yang dapat travelers kunjungi seperti tracking di Gunung Ile Ape yang memiliki belerang yang kuat, mengunjungi desa desa di sekitar gunung Ile Ape yang cukup mencekam dengan pepohonan besar yang terbakar karena zat belerang, maupun menilik penangkaran mutiara di pulau Lembata ini. Pokoknya, try it yourself, next gateaway holiday!

Savana on Ile Ape Mountain
Lembata Island, NTT, Indonesia
Inspired by Ring of Fire Adventure KompasTV, Sat. 20 Aug 2016

Selasa, 16 Agustus 2016

Flores' Reminiscence : Ban Ban-an yang Hilang

Masa kecil memang tak pernah lari jauh jauh dari kenangan bersekolah, asyiknya waktu bermain, dan cerianya hidup yang serasa tak memiliki beban. Nah, jujur saja setelah semalam melihat episode RoFA KompasTV ada satu scene yang membuat memori terjungkal jatuh kebelakang.


playing ban ban-an

Adegan dimana crew RoFA sempat berhenti berkendara dan menyapa putra putra Flores di pinggir jalan yang sedang asyik bermain ban-ban-an. Bahkan, scene memperlihatkan crew sempat mencoba permainan tradisional tersebut sambil tertawa tawa. Yeah, I bet it's very fun, right dude? I used to play this silly game too..
Walaupun tak jelas darimana asal usulnya, dan tidak ada pula daerah maupun region tertentu yang mengklaim bahwa permainan ban ban-an ini merupakan permainan tradisional asal daerah mereka, bisa dipastikan permainan ini cukup populer di seluruh Nusantara Indonesia. Setidaknya, Anda pasti pernah melihat teman teman cowok memainkannya sepulang sekolah. Atau bahkan lebih baik lagi, jika Anda sendiri pun pernah mencobanya.

Ban ban-an Race !

Ban Ban-an ini merupakan permainan menggelindingkan ban bekas dan menjaganya agar tidak oleng maupun terjatuh. Permainan ini sangat mudah dimainkan dan jelas akan bertambah seru jika dimainkan secara beramai-ramai untuk mencari tahu siapa yang pertama mencapai finish line. Hanya dengan bermodalkan sebuah ban bekas yang sudah tak terpakai, dan sepasang sendal jepit yang diletakkan diujung jalan sebagai penanda finish, permainan ini bisa dimainkan di mana saja dan oleh siapa saja. Terkadang, kamu juga bisa menggunakan sebilah tongkat untuk membantumu "mengemudikan" mobil balap imajinermu (yang kenyataannya hanya bagian Ban nya saja yang nyata).

ban ban an with stick

Permainan ini dijamin akan membuatmu sehat akibat berlarian mengejar ban dan sukses membuatmu sakit tenggorokan karena berteriak teriak terlalu kencang sepanjang perlombaan. Meskipun begitu, keceriaan dan kebahagiaan adalah yang terpenting dalam permainan ini. Tidak peduli seberapa simple dan silly nya sebuah permainan, jika kamu memainkannya dengan perasaan senang dan bahagia.. Maka itu lebih mengasyikkan daripada menangkap pokemon yang tak nyata.

Mari lestarikan ban-ban-an sebagai bentuk permainan tradisional nasional,
yang juga membawa banyak kenangan akan masa kecil generasi 80an yang hampir terlupakan.

Play This Game on Independence Day
Happy Agustusan!

Inspired by Ring of Fire Adventure KompasTV, Sat 13 Aug 2016

Senin, 15 Agustus 2016

Feel the Magic on Wae Rebo Magical Village

Bagi sebagian besar travellers yang cinta akan nature beauty. Apa yang lebih baik daripada tinggal di desa kecil yang berada di atas awan? Udara yang segar, angin yang bertiup semilir dan suara gaduh di pertanian khas penduduk desa yang ceria pasti akan membuat kamu betah tinggal di sini. Di Wae Rebo magical village.
Villager in Wae Rebo
Wae Rebo merupakan destinasi yang sangat populer di antara bule bule backpacker. Bule? Ya. Wae Rebo ini justru lebih terkenal dipasaran turis asing daripada turis domestik. Kenapa? Mungkin karena medan yang susah dan ongkos yang cukup mahal untuk kalangan turis domestik yang lebih suka ke tempat-wisata-yang-tak-perlu-jalan-9km-terlebih-dahulu. Secara umum, lokasi Wae Rebo memang menjadikan desa ini terisolasi dari dunia luar. But Travellers, bukankah suatu tempat akan menjadi lebih indah jika perjalanannya mencapainya sangat berat? Dalam kasus Wae Rebo ini, lelah tracking sejauh 9 km itu akan terbayar lunas.

Well, lets take a bit closer look to this village..
Wae Rebo merupakan sebuah desa kecil yang berada di ketinggian puncak gunung dan terkenal akan rumah kerucut tradisionalnya yang disebut Mbaru Niang. Mbaru Niang sendiri merupakan rumah tradisional manggarai flores yang berbentuk kerucut dan terbuat dari kayu kayuan serta daun lontar sebagai atapnya. Konstruksinya rumah tradisional ini terdiri dari lima lantai yang masing masing memiliki fungsi tersendiri. Ukuran Mbaru Niang ini sebesar 11 meter untuk diameter lantai dasarnya, dan terus mengerucut hingga lantai ke lima. Meskipun sangat sederhana, satu rumah Mbaru Niang ini bisa ditempat hingga 6-8 keluarga. Can you imagine that ? :o

Mbaru Niang contruction
Di Wae Rebo, terdapat 7 buah Mbaru Niang dengan salah satu rumahnya berukuran lebih besar daripada yang lain. Rumah yang lebih besar ini terletak ditengah tengah desa dan disebut dengan Mbaru Gendang. Mbaru Gendang inilah yang merupakan rumah utama di Desa Wae Rebo, tempat dimana pemuka/ kepala suku tinggal. Sementara itu, 6 Mbaru Niang lainnya berfungsi sebagai rumah warga Wae Rebo lainnya dengan salah satu rumah diantaranya dikhususkan sebagai guest house bagi para Travelers. Di Mbaru Niang khusus ini lah para Travelers akan tidur beralaskan tikar, seperti layaknya warga Wae Rebo lainnya. 

Natural ligthing inside Niang Gendang
Mbaru Niang interior
Konon, malam hari merupakan waktu terbaik untuk menikmati keindahan alam Wae Rebo ini. Tidak hanya disuguhkan suasana kekeluargaan dan keceriaan di dalam Mbaru Niang yang hangat. Travellers akan menikmati sejuk dan mempesonanya langit Wae Rebo yang penuh bintang dari galaksi bimasakti, maupun senja pagi yang indah dengan semburat jingga cakrawala. Jadi, meski listrik di Wae Rebo hanya tersedia mulai pukul 7 hingga 10, kegelapan di Wae Rebo ini lebih merupakan sebuah gerbang bagi keindahan magis yang menakjubkan.

Milky Way on Wae Rebo sky
Twilight in Wae Rebo

Additional Information, Wae Rebo Village

How to get there ?
Make reservation first, because Wae Rebo can only welcome some visitor in a time
Price ?
Around +1 million /person/ day (cottage, guide, transport, etc)
Preparation?
Healt condition (tracking 9 km/ 4 hours), cash (no ATM), jacket and socks (cool temperature), spare camera's  battery (no electricity)

Inspired by Ring of Fire Adventure KompasTV, Sat 6 August 2016

Jumat, 12 Agustus 2016

Berapa Aksara-kah yang Indonesia Punya?

Terinsiparasi dari program RoFA saat mengunjungi museum Asi Mbojo di Bima (NTB) dan menemukan sebuah koleksi tua yang berisikan aksara aksara di Indonesia, apakah Travelers tahu ada berapa banyak jenis huruf yang Indonesia punya? Well if you dont know about it yet, there are at least 13 alphabet in Indonesia. Although some of them maybe already had forgotten by now.

Pallava alphabet, the oldest alphabet in Indonesia

Bukti otentik keberadaan aksara nusantara tertua yang para ahli temukan merupakan 7 prasasti Yupa Mullawarman di Kutai, Kalimantan Timur. Prasasti prasasti ini, kesemuanya menggunakan aksara Palawa dengan bahasa Sansekerta yang dibangun pada abad ke-IV. Jadi dapat disimpulkan bahwa, setidaknya masyarakat Indonesia telah mengenal tulisan dan mulai menggunakannya sejak abad keIV tersebut.

Aksara Nusantara, merupakan alfabet alfabet yang berkembang di Indonesia
Sejak saat itu, huruf palawa mulai berkembang dan dimodifikasi secara bertahap dalam kurun waktu yang lama. Hingga abad ke XV, huruf palawa yang mulanya hanya lazim dipakai untuk menuliskan bahasa Sansekerta mulai menjadi media tulis bahasa daerah yang lain. Sejak itu pulalah muncul beberapa modifikasi dalam aksara palawa dengan bentuk dan pola yang sedikit berbeda dari aksara aslinya. Perkembangan huruf palawa ini terus berlanjut dengan dibuktikan dengan banyaknya ragam dari aksara tua tersebut, hingga fungsinya digantikan oleh aksara Arab dan Latin di awal abad modern.

So Travelers, walaupun kita menyeberangi nusantara dan melihat beranekaragamnya perbedaan yang Indonesia punya. Inti dan jati diri kita bisa jadi sama seperti mereka. Seperti huruf Palawa yang merupakan induk dari semua aksara nusantara, berbeda namun tetap satu jiwa. Keep travelling dan tularkan semangat Bhineka Tunggal Ika.

to travel is to learn

Kamis, 11 Agustus 2016

Uma Lengge: Rice-Box Raksasa Tempo Doeloe

Travelers, tak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan akan pangan adalah kebutuhan pokok manusia. Maka dari itu, bahan pangan utama seperti padi dan beras menjadi sangat penting untuk dijaga ketersediaannya. Karena tentu saja, kelangkaan sumber pangan utama masyarakat Indonesia seperti beras bisa menjadi krisis yang sangat berbahaya. Jadi, apapun alasannya. Beras dan padi mutlak harus diamankan.

Swadaya beras

Berangkat dari kesiagaan tersebutlah, masyarakat trasional Bima menurunkan tradisi Uma Lengge. Pada dasarnya Uma Lengge merupakan lumbung padi yang dibuat menyerupai rumah tiga tingkat dan dibangun berjauhan dari rumah induk. Jadi, Uma Lengge ini merupakan tempat penyimpanan beras atau lumbung padi, atau yang kini fungsinya sama dengan rice-box modern di rumah rumah kota besar. Konon, persediaan padi yang disimpan di dalam Uma Lengge adalah persediaan makan selama setahun.

Rice box modern tempat menampung beras
Uniknya, masyarakat Bima membangun Uma Lengge pada kompleks tertentu yang terletak cukup jauh dari pemukiman warga. Kenapa? Jarak yang cukup jauh ini dimaksudkan agar apabila pemukiman warga mengalami kebakaran hebat, persediaan makan mereka akan tetap aman di kompleks Uma Lengge. Perlu travelers pahami bahwa masyarakat zaman dahulu masih belum memiliki pengetahuan untuk mengontrol api seperti sekarang. Masyarakat tersebut juga belum memiliki teknologi yang memadahi untuk mencegah efek domino yang akan ditimbulkan api yang dengan cepat akan merambat dari satu rumah ke rumah lain. Maka dari itu, solusi terbaiknya adalah membangun kompleks Uma Lengge pada jarak aman dari pemukiman warga yang rentan api dari kegiatan memasak, maupun penerangan di malam hari.

Uma Lengge, lumbung padi tradisional tempat warga menyimpan padi
Struktur Uma Lengge sendiri merupakan konstruksi bangunan kerucut setinggi 5-7 meter. Material yang digunakan untuk membangun Uma Lengge merupakan empat pancang kayu, yang beratap dan berdindingkan alang alang. Daun pintu masuk Uma Lengge berjumlah tiga, dan keberadaan pintu ini pun memiliki arti tersendiri bagi masyarakat lokal. Secara turun temurun, dipercayai bahwa menutup dua daun pintu merupakan simbol bahwa pemilik Uma Lengge sedang berpergian untuk beberapa saat. Sedangkan, tiga daun pintu yang tertutup mengindikasikan bahwa pemilik Uma Lengge sedang berpergian jauh dan tidak akan kembali dalam waktu yang cukup lama. Konstruksi Uma lengge yang terdiri tiga tingkat ini juga tak kalah uniknya lho travelers, karena ternyata masing masing tingkatannya memiliki fungsi laten tersendiri ...

  • Lantai dasar/ ground (atau biasa disebut kolong), digunakan untuk menyimpan ternak.
  • Lantai pertama, berfungsi sebagai ruang tamu
  • Lantai kedua, digunakan sebagai kamar tidur sekaligus dapur.
  • Dan Lantai tiga, merupakan tempat dimana padi dan bahan makanan disimpan.

3 level construction of Uma Lengge

kompleks Uma Lengge
Walaupun terlihat sederhana, ternyata membuat sebuah Uma Lengge tidaklah mudah. Pembangunan sebuah Uma Lengge bisa memakan waktu 1 hingga 3 tahun, dengan menggunakan 14 macam kayu yang berbeda dan 3 macam tali untuk konstruksinya. Pembangunan Uma Lengge dilakukan secara gotong royong yang dikenal masyarakat Bima sebagai Karawi Kaboju, dan melibatkan proses upacara adat dan pemanjatan doa untuk keberhasilan dan keselamatan pada saat proses pengerjaannya.

Additional Information of Uma Lengge
Arti : Uma (rumah), Lengge (kerucut/ menyilang)
Warisan : Nenek moyang suku Bima (Mbojo)
Persebaran tradisi : Sambori, Wawo, Donggo

Inspired by perjalanan Ring of Fire Adventure kompas Tv, edisi Sabtu 6 Agustus 2016

Rabu, 10 Agustus 2016

Asi Mbojo Museum : The lost Kingdom

Kapan terakhir kali kamu ke Pantai ? Atau mungkin Gunung?
Well, para traveler mungkin akan menjawabnya bulan lalu, atau bahkan mungkin minggu lalu..
But, Did you still remember when was the last time you went to the museum?
Well, Iam pretty sure that the answer is going to be like~ "very long...long time ago..."
Terinsprirasi dari perjalanan tim RoFA Kompas Tv di dataran timur nusantara ini..
Kenapa kita, para travelers tidak beristirahat sejenak sambil menapak tilas sejarah kita yang banyak dilupakan di kota Bima ini..
Asi Mbojo Palace, now museum. in Bima, NTB
Bima (NTB) is one of the great destination in Indonesian East Coast. Kota penuh sejarah ini memiliki banyak sekali cerita sepanjang perjalanannya. Tentu, tidak ada tempat menggali cerita yang lebih baik daripada museum. So, here we go to Asi Mbojo.. The Sultan's Palace.
Museum yang terletak di pusat kota Bima ini memang sejatinya adalah sebuah istana. Literally istana. Bangunan dua tingkat tersebut dulunya merupakan white house dari Sultan M. Salahuddin, dimana beliau bersama istri dan anaknya tinggal. Lately in early 90, barulah istana ini dialih fungsikan oleh pemerintah Indonesia sebagai cagar budaya dan museum tempat saksi bahwa kesultanan Bima pernah berdiri megah diatasnya.
Photograph of Sultan M.Salahuddin,
The owner of the Palace

Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Nederlandse militairen op bezoek bij Sultan Muhammed Salahuddin van Bima TMnr 10029673.jpg
Sultan and his guest, in his palace
Karena fungsi lamanya sebagai Istana, tentu museum ini tepat berada di jantung Kota Bima. Jadi hampir dipastikan para travelers tidak akan kesusahan mencarinya. Asi Mbojo hanya terletak sekitar 30 menit dari Airport yang diambil dari nama Sultan pemilik istana ini. Untuk mencapainya pun tergolong mudah, traveler bisa pergi ke tempat ini dengan menggunakan taxi, ojek, dan kendaraan umum lainnya. The interesting part about this palace is that this place is placed near town hall, atau alun-alun dan bersebelahan dengan masjid. Yet, it is not because of no reason. Kesatuan antara istana, alun-alun, dan masjid merupakan simbol berkesinambungan antara rakyat (town hall), pemerintah (palace), dan juga ke-Tuhanan/ religi (mosque).
Asi Mbojo, front entrance
Jika kamu menginjakkan kaki di halaman istana ini, hal pertama yang akan membuat kamu terpesona mungkin adalah gaya arsitektur museum ini yang sederhana dan memiliki gaya kolonial belanda. Dengan daun pintu dan jendela yang dibuat tinggi tinggi, di campur dengan tradisional bima yang tersimbolkan dengan bentuk atapnya. Sementara di dalam interiornya, para travelers akan menemukan benda benda peninggalan kesultanan yang menceritakan banyak tentang sejarah keemasan Bima dan juga sedikit potongan cerita tentang kemerdekaan Republik Indonesia.
AsiMbojo Collection: Baju kebesaran Sultan,
dipakai untuk menghadiri upacara besar/adat
AsiMbojo Collection: Old Holy Quran
believed as one of Sultan's property
  
AsiMbojo Collection: Bung Karno's Room
Kamar bung Karno ketika bertandang ke Kesultanan Bima
AsiMbojo Collection: Kompeni's Cannon
Believed as Holland's Cannon. Placed around palace sites
Pada lantai dasar, koleksi museum banyak dipenuhi oleh jajaran benda benda dan artefak zaman kolonial Belanda seperti foto foto yang diambil sekitar era kemerdekaan. Beberapa juga menunjukkan tentang identitas masyarakat Bima seperti alat alat tenun, pakaian adat, alat masak & alat makan khas Bima, dan juga senjata tradisional mereka. Di bagian belakang bahkan terdapat maklumat bersejarah yang menyatakan bahwa Kerajaan Bima bergabung dalam pemerintahan Republik Indonesia.
Sementara itu, berbeda dengan lantai dibawahnya, lantai dua museum Asi Mbojo ini berisi kamar kamar yang ditata begitu rupa sehingga mirip sebagaimana fungsinya seperti dahulu kala. Kamar kamar tersebut termasuk kamar tidur utama milik Sultan Salahuddin dan istrinya ST Aisyah, kamar tidur anak, ruang kerja Sultan, dan bahkan satu kamar yang diberi nama kamar Bung Karno (picture above). Secara umum, lantai dua museum ini mirip diorama raksasa dimana kamu para travelers bisa menjelajahi tiap sudut dan ceritanya. Disini, para travelers sejati dapat menemukan banyak makna yang tersembunyi dari sebuah sejarah yang dapat memberikan mereka banyak pelajaran tentang kehidupan, dan bagaimana menjalani hidup lebih baik dengan berkaca pada masa lalu.




Come and Visit Asi Mbojo Museum / Palace
Jalan Sultan Ibrahin no 2 Kota Bima, NTB
Admission : Rp.10.000 / 1$
Open : Selasa - Sabtu / Tue - Sat
Closed : Minggu & Senin / Sun & Mon
Open Hours : 07.30 am - 2.30 pm

Inspired by RoFA kompas TV. Sabtu, 6 Agustus 2016